spn part one

I just watched the “License to Wed” Movie.
In the film, there’s a couple which actually will marry in three weeks. Before they walk down the aisle, there are some programs to make sure their marriage not end up divorce. It makes me think about my “Pre-Wed School” a.k.a “Sekolah pra nikah”.
When I told my aunts about my programs their shocked!
It’s just not looks like me. Yeah… it’s not looks like me! Even though I told every friend I have that I want to marry, how bad that I want that man marry me, or how many children I want. The word wedding is still far away from my conscious concern. It’s totally my unconscious concern. Lately, I think about that again.

Last week I wanted to tell you the entire topic we discuss at my “Pre-Wed School”. But I have some problems with the posted thing in this multiply. (Yeah…I hate it. Because I already write for two pages and it can not be post. Shit!!! Happens all the time) I will recap for two chapters this time.

Chapter one
The concept of marriage
Dr. H. Asep Zaenal Ausop, MA

Filosofi pernikahan
Untuk melahirkan anak-anak yang benar nasabnya, ada oenanggung jawab utama pendidikannya, hidupnya berada pada sistem yang legal dan benar, maka diperlukan lembaga rumah tangga yang dibangun melalui pintu legal pernikahan.

Pernikahan adalah sebuah pintu depan pembinaan keluarga termasuk keturunannya.

Tujuan dan pentingnya pernikahan
Tujuan pernikahan adalah untuk menjaga katurunan, menjaga kemaluan, (sakinah) memperoleh ketenangan, (mawaddah) terpenuhinya perasaan dicintai dan mencintai dan (rahmah) terpenuhinya perasaan menyayangi dan disayangi.

Pentingnya pernikahan adalah melakukan pembinaan keluarga yang benar (dengan niat ibadah dan mengikuti sunnah Rasul) dalam mencapai kehidupan hasanah di dunia dan akhirat.

Aplikasi
Niat menikah untuk ibadah. Dengan menikah maka akan banyak amal ibadah.

Tekad menikah adalah berumah tangga sampai mati

Menyadari bahwa setiap manusia pasti memiliki kekurangan

Jodoh adalah klop-klopan, manusia berikhtiar dan berdo’a tetapi Allah ikut memilihkan.

Terkadang ada orang yang ragu-ragu untuk menikah karena sangat takut memikul beban berat dan menghindarkan diri dari kesulitan. Tapi dengan menikah, Allah akan memberikan kepadanya jalan kecukupan, menghilangkan kesulitan, dan memberikan kekuatan untuk mengatasi kemiskinan. (I still questioning this statement... coz, I’ve seen many couple married, but still in difficult times.)

Allah swt berfirman,
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.” (An-Nuur :32)


Dari filosofi, tujuan hingga pentingnya pernikahan, bisa dilihat kalau intinya adalah memberikan keturunan. Pameo yang berkembang saat ini dan juga iklan yang sedang gencar pemerintah anjurkan adalah 2 anak dan KB. Salah satu sabda Rasulullah dinyatakan,
“Nikahilah perempuan pecinta lagi dapat melahirkan anak yang banyak, agar aku dapat membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para nabi pada hari kiamat nanti.”

Gue pernah punya topik ini dengan temans...

Temans : Boo, bilang kita ntar Cuma mau 2 anak aja fit...
Gue : emang lo mau berapa?
Temans : yah, minimal 4... tapi tergantung Allah ngasi berapa juga sih…
Gue : iya seh… kalo gue, pengennya punya banyak, tapi kalo mesti ngadepin reality, kok kayaknya, kalo punya anak banyak, tapi ntar ga mampu nyekolahin gimana? Mending 2 tapi bisa sekolah tinggi… ya ga? (gue dengan tampang yang berusaha meyakinkan…)
Temans : iya… gue nyadar juga ama hal itu…

----Then our conversation end up here----

Di sekolah pra nikah gue dapet hal ini…

Seseorang pernah menanyakan pendapat mengenai anak kepada Ahnaf bin Qais, lalu ia menjawab, “anak itu tulang punggung kita, buah hati kita, dan penyejuk mata kita. merekalah anak panah penyerang musuh kita dan generasi pengganti kita. karena itu, berikanlah kepada mereka bumi tempat berhampar dan langit tempat berteduh. Jika mereka mohon kepada Tuan, berilah. Jika mereka meminta restu kepada Tuan, restuilah. Tuan jangan enggan memberi kepada mereka, nanti mereka akan putus asa mendekati Tuan, membenci Tuan, dan berharap agar Tuan cepat-cepat mati.”

Well, that’s a lot of explanation. I understand. But, if I have to face the reality, the explanation above does not satisfy me.
Then I heard again…

Jika kita berumah tangga, artinya menyatukan 2 individu. Setiap individu membawa rezekinya masing-masing. Jika digabungkan akan ada 2 rezeki. Jika pasangan tersebut memiliki anak pertama, otomatis, rezekinya bertambah 1 lagi. Begitu juga seterusnya dengan anak ke 2, 3, 4, 5…

Jadi, cocoklah ya dengan pepatah orang dulu,
“banyak anak, banyak rezeki”

Yang gue liat sekarang,… kok kayaknya ga gitu ya??? And I’m still in the phase of wondering...

Balik lagi ke pelajaran kita…

Hukum pernikahan

Wajib
Bagi yang sudah mampu, nafsunya sudah sangat bergolak, dan takut terjerumus dalam perzinaan, maka ia wajib menikah. Karena menghindarkan diri dari hal yang haram adalah wajib. Dan, hal itu tidak dapat dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan pernikahan.

Sunnah
Ini buat orang yang masih mampu mengendalikan nafsunya.

Haram
Buat orang yang belum mampu memberikan nafkah lahir dan batin kepada istrinya. Serta nafsunya pun tidak bergejolak.

Makruh
Ini hukumnya buat seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi nafkah pada istrinya, walaupun sebenarnya tidak merugikan istrinya.

Mubah
Dan, bagi laki-laki yang terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera menikah atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk menikah, maka hukumnya mubah.
(stau gue mubah itu artinya boleh... tapi gue masi blom ngerti maksud pernytaan diatas…dan blom sempet nanya ma pak ustadnya lagi nih.. ada yang ngerti ga?)

Trivia...
A little fact I found during the class season...

Suami-istri yang bagun malam dan Qiyamun Lail ( sholat malam/tahajud) berjamaah, Allah mengatakan bahwa Ia malu jika tidak mengabulkan do’a kedua pasangan tersebut.

Hendaklah memilih atau memberikan mahar dalam bentuk barang yang tahan lama bukan seperti mukena ataupun sajadah. Namun, tidak juga memberatkan pihak laki-laki.

Well, I hope what I share to you; will give you a little piece of information. For some already know, maybe I’ll help you remember again, for some don’t know yet, this is it.
Then, lets us end it chapter one…

Actually I think I will begin chapter two in next posting… ?

Comments

Popular Posts